Apa Saja yang Membatalkan Puasa Ramadhan?

Bagikan Berita

PUASA Ramadan adalah ibadah yang mengajarkan umat Islam untuk menahan diri, tidak hanya dari makan dan minum, tetapi juga dari segala hal yang dapat membatalkannya. Agar ibadah ini tetap sah dan bernilai pahala, penting bagi setiap muslim untuk memahami perkara-perkara yang dapat membatalkan puasa.
Menurut buku Rahasia dan Keutamaan Puasa Sunah karya Abdul Wahid, secara bahasa puasa berasal dari kata imsak, yang berarti menahan, dan kalf, yang bermakna mencegah dari sesuatu. Dengan demikian, puasa dapat diartikan sebagai suatu bentuk menahan dan mencegah diri dari berbagai hal, termasuk tidak makan dan minum dengan sengaja.

Lantas, apa saja hal yang bisa membatalkan puasa Ramadan?

Hal yang Membatalkan Puasa
Kita harus bisa menahan hal-hal di bawah ini agar puasa Ramadan tetap diterima oleh Allah SWT. Dirangkum dari buku Tuntunan Puasa Menurut Al-Quran dan Sunah oleh Alik Al-Adhim, berikut adalah hal-hal yang membatalkan puasa.

1. Makan dan Minum dengan Sengaja
Apabila seseorang dengan sengaja mengonsumsi makanan atau minuman pada saat berpuasa, maka puasanya dinyatakan batal. Namun, jika ia lupa dan baru menyadari setelah makan atau minum, puasanya tetap sah selama ia segera berhenti dari tindakan tersebut.

Puasa juga dianggap tidak sah apabila seseorang mengonsumsi makanan atau minuman akibat kesalahan dalam memperkirakan waktu imsak. Hal yang sama berlaku jika ia berbuka puasa lebih awal karena mengira waktu magrib telah tiba, padahal sebenarnya belum.

Selain itu, jika seseorang lupa bahwa dirinya sedang berpuasa lalu makan atau minum, namun tidak segera berhenti setelah menyadari kesalahannya, maka puasanya menjadi tidak sah. Begitu pula jika seseorang secara sengaja memasukkan benda asing ke dalam tubuh melalui lubang seperti hidung, mulut, mata, atau telinga.

Ketentuan ini didasarkan pada hadits muttafaq alaih yang menyebutkan:

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله – صلي الله عليه وسلم . مَنْ نَسِي وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ، فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ – مُتَّفَقٌ عليه

Artinya: “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang lupa sedang ia dalam keadaan puasa lalu ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya karena kala itu Allah yang memberi ia makan dan minum.”

2. Muntah dengan Sengaja
Muntah yang disengaja (istiqa’) membatalkan puasa. Contohnya adalah sengaja memasukkan jari ke dalam mulut tanpa alasan yang dibenarkan dalam syariat.

Sementara itu, muntah yang terjadi tanpa disengaja tidak membatalkan puasa. Hal ini dapat terjadi karena faktor tertentu seperti sakit, kehamilan, atau mabuk kendaraan.

Dalam sebuah hadits, Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW menjelaskan hukum muntah saat berpuasa.

مَنْ دَرَعَهُ في وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءُ وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ

Artinya: “Barang siapa yang dipaksa muntah (muntah tidak sengaja) sedangkan dia dalam keadaan puasa, maka tidak ada qadha baginya. Namun apabila dia muntah (dengan sengaja), maka wajib baginya membayar qadha.” (HR Abu Daud)

3. Hubungan Suami-Istri di Siang Hari
Melakukan hubungan suami-istri di siang hari saat bulan Ramadan termasuk perbuatan yang membatalkan puasa. Selain qadha, pelaku juga wajib membayar kafarah.

Hubungan seksual yang dimaksud adalah masuknya kelamin laki-laki ke dalam kelamin perempuan. Perbuatan ini secara tegas membatalkan puasa dan memiliki konsekuensi berat dalam syariat Islam.

Namun, Islam membolehkan pasangan suami-istri untuk melakukan hubungan intim pada malam hari setelah berbuka. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 187:

اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عٰكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ

Artinya: “Dihalalkan bagimu pada malam puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkanmu. Maka, sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Akan tetapi, jangan campuri mereka ketika kamu (dalam keadaan) beriktikaf di masjid. Itulah batas-batas (ketentuan) Allah. Maka, janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa.”

4. Hilang/Berubah Niat
Apabila seseorang yang sedang berpuasa memiliki niat untuk membatalkan puasanya, walaupun belum melakukan tindakan yang membatalkan puasa, maka puasanya dianggap tidak sah. Hal ini dikarenakan niat merupakan salah satu rukun dalam ibadah puasa, sehingga perubahan niat secara otomatis membatalkan puasa.

5. Murtad
Apabila seseorang yang sedang menjalankan ibadah puasa keluar dari agama Islam atau murtad, maka secara otomatis puasanya batal, dan seluruh amal ibadahnya gugur karena statusnya sebagai kafir. Bahkan jika ia kembali masuk Islam pada hari yang sama, puasanya tetap tidak sah.

Allah menjelaskannya dalam Al-Maidah ayat 5,

وَمَنْ يَّكْفُرْ بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗۖ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَࣖ

Artinya: “Siapa yang kufur setelah beriman, maka sungguh sia-sia amalnya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.”

6. Keluar Air Mani dengan Sengaja
Tindakan-tindakan yang dapat membangkitkan nafsu syahwat, seperti onani, masturbasi, atau menyaksikan materi pornografi yang berujung pada keluarnya air mani, akan membatalkan ibadah puasa. Bahkan, berfantasi atau membayangkan hal-hal bersifat seksual yang berujung pada keluarnya mani juga termasuk perkara yang membatalkan puasa.

Namun, jika air mani keluar tanpa disengaja, seperti mimpi basah saat tidur di siang hari, maka puasanya tetap sah. Sebab, hal tersebut terjadi di luar kehendak seseorang dan tidak termasuk dalam tindakan yang membatalkan puasa.

7. Haid dan Nifas
Wanita yang mengalami menstruasi atau nifas selama bulan Ramadan berkewajiban untuk mengqadha atau mengganti puasa mereka pada hari-hari lain. Bahkan jika darah keluar sesaat sebelum waktu berbuka, puasanya tetap dianggap batal. Ketentuan ini bersumber dari hadits sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ مُعَادَةَ، قَالَتْ: سَأَلَتْ عَائِشَةَ، فَقُلْتُ: مَا بَالُ الْحَائِضِضِ، تقضي الصوم، وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ فَقَالَتْ: بحرُورِيَّة، وَلَكِنِّي أَسْأَلُ، قَالَتْ: كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَمَرُ أحَرُورِيَّةٌ أنتِ؟ قُلْتُ: لَسْتُ : بقضاء الصوم، ووَلَا تُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ

Artinya: “Dan telah menceritakan kepada kami ‘Abd ibn Humaid telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdurrazzaq telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar dari ‘Ashim dari Mu’aadzah dia berkata: “Saya bertanya kepada ‘Aisyah seraya berkata: “Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ salat?”

Maka Aisyah menjawab: “Apakah kamu dari golongan Haruriyah (Khowarij)?”

Aku menjawab: “Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.”

Dia menjawab: “Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha salat.”

wallahu a’lam.

https://www.hariansumatera.com